1. Pengertian Sistem Subjek
Sistem subjek adalah sistem penyimpanan dan penemuan kembali arsip yang disusunberdasarkan pengelompokan nama masalah/subjek pada isi surat.
Dalam mengelola arsip pribadi kita juga dapat menerapkan sistem subjek, misalnya di rumah tangga. Ada arsip tentang pembayaran rekening listrik, rekening telepon, arsip tentang ijazah, akte kelahiran, dan lain-lain.
Sistem subjek adalah sistem penyimpanan dan penemuan kembali arsip yang disusunberdasarkan pengelompokan nama masalah/subjek pada isi surat.
Dalam mengelola arsip pribadi kita juga dapat menerapkan sistem subjek, misalnya di rumah tangga. Ada arsip tentang pembayaran rekening listrik, rekening telepon, arsip tentang ijazah, akte kelahiran, dan lain-lain.
2. Kelebihan sistem subjek dan Kelemahan sistem subjek
Kelebihan sistem subjek
mudah mencari keterangan bila
perihalnya saja yang ingin diketahui.
dapat dikembangkan dengan tidak terbatasnya judul dan susunannya.
Kelemahan sistem subjek
sulit mengklasifikasikan apabila terdapat aneka ragam perihal yang hampir sama padahal berbeda satu sama lain.kurang cocok untuk bermacam jenis surat.
dapat dikembangkan dengan tidak terbatasnya judul dan susunannya.
Kelemahan sistem subjek
sulit mengklasifikasikan apabila terdapat aneka ragam perihal yang hampir sama padahal berbeda satu sama lain.kurang cocok untuk bermacam jenis surat.
3. Daftar Klasifikasi Subjek
Daftar klasifikasi arsip ini
adalah daftar yang berisi tentang pengelompokan arsip berdasarkanmasalah-masalah,
secara sistematis dan logis, serta disusun berjenjang dengan tanda-tanda khusus
yang berfungsi sebagai kode.
Tujuan pembuatan daftar klasifikasi subjek adalah sebagai berikut:
Tujuan pembuatan daftar klasifikasi subjek adalah sebagai berikut:
1.
Agar
istilah yang digunakan untuk pengelompokan dokumen dapat dibuat tetap dan
seragam
2.
Semua
arsip yang bersubjek sama akan dapat berkumpul di tempat yang sama, dan arsip
yang subjeknya saling berkaitan akan diletakkan berdekatan.
3.
Mengusahakan
agar arsip secara mudah, cepat, dan tepat, ditentukan kembali dan dikembalikan
ke tempat semula.
Dalam menyusun daftar
klasifikasi subjek, masalah-masalah yang ada dibagi menjadi beberapa
tingkatan, yaitu sebagai berikut.
Tingkat I : masalah utama (masalah yang paling luas)
Tingkat II : sub masalah (masalah yang lebih kecil dari masalah utama)
Tingkat III : sub-sub masalah (masalah yang lebih kecil dari sub masalah)
Tingkat I : masalah utama (masalah yang paling luas)
Tingkat II : sub masalah (masalah yang lebih kecil dari masalah utama)
Tingkat III : sub-sub masalah (masalah yang lebih kecil dari sub masalah)
Masalah Utama
|
Masalah
|
Sub Masalah
|
Kp : Kepegawaian
|
Cuti
|
a. Cuti
Melahirkan
b. Cuti
Sakit
c. Cuti
Tahunan
|
Mutasi
|
a. Kenaikan
golongan
b. Masa
kerja
c. Tunjangan
keluarga
d. Alih
tugas
e. Jabatan
|
Masalah Utama Masalah Sub Masalah
Kp : Kepegawaian Cuti
1.
Cuti Melahirkan
2.
Cuti Sakit
3.
Cuti Tahunan
Mutasi
1.
Kenaikan golongan
2.
Masa kerja
3.
Tunjangan keluarga
4.
Alih tugas
5.
Jabatan
untuk instansi yang ruang lingkupnya
luas, dapat menggunakan daftar klasifikasi subjek sampai 3 tingkatan
atau lebih, sedangkan instansi yang bidang kerjanya kecil cukup menggunakan
satu atau dua tingkatan saja.
Adapun daftar klasifikasi
subjek dibagi menjadi 2, yaitu sebagai berikut :
1.
Daftar
Klasifikasi Subjek Standar
Daftar subjek ini disebut standar karena daftar ini sudah merupakan standar umum di tingkat internasional. Daftar standar ini banyak dipergunakan untuk mengelompokkan buku-buku di perpustakaan dan penggolongan penyimpanan arsip. Arsip-arsip yang memiliki masalah (subjek) yang banyak dan luas memerlukan notasi terperinci agar lokasi penyimpanan arsipnya jelas.
Misalnya, di nasional arsip suatu Negara. Alasan pemakaian daftar standar penggunaan daftar standar ini sangat sesuai dengan keperluan. Tetapi untuk suatu instansi yang mempergunakansistem subjek, penggunaan daftar standar ini kurang tepat karena setiap instansi memiliki kegiatan di bidang tertentu dan terbatas.
Ada beberapa daftar klasifikasi subjek standar yang cukup banyak digunakan secara internasional, yaitu DDC (Dewey Decimal Clasification); UDC (Universal Decimal Clasification); LC (Library of Congress Clasification). DDC membagi subjeknya ke dalam 10 kelas utama, sama seperti UDC, sedangkan LC membagi subjeknya ke dalam 20 kelas utama. Ketiga jenis klasifikasi itu membagi subjeknya berdasarkan pembagian ilmu pengetahuan. Oleh karena itu ketiganya cocok dipergunakan untuk mengelompokkan koleksi buku di perpustakaan. Sebagai contoh, diambilkan pembagian kelas dari DDC yang sebenarnya sama dengan pembagian UDC. Semua ilmu pengetahuan oleh pendiri DDC, yaitu Melvil Dewey diklasifikasikan menjadi sepuluh kelas utama seperti berikut.
000 Umum
100 Filsafat
200 Agama
300 Ilmu Sosial
400 Bahasa
500 Ilmu Murni
600 Ilmu Terapan
700 Kesenian
800 Kesusastraan
900 Sejarah dan Ilmu Bumi.
Daftar subjek ini disebut standar karena daftar ini sudah merupakan standar umum di tingkat internasional. Daftar standar ini banyak dipergunakan untuk mengelompokkan buku-buku di perpustakaan dan penggolongan penyimpanan arsip. Arsip-arsip yang memiliki masalah (subjek) yang banyak dan luas memerlukan notasi terperinci agar lokasi penyimpanan arsipnya jelas.
Misalnya, di nasional arsip suatu Negara. Alasan pemakaian daftar standar penggunaan daftar standar ini sangat sesuai dengan keperluan. Tetapi untuk suatu instansi yang mempergunakansistem subjek, penggunaan daftar standar ini kurang tepat karena setiap instansi memiliki kegiatan di bidang tertentu dan terbatas.
Ada beberapa daftar klasifikasi subjek standar yang cukup banyak digunakan secara internasional, yaitu DDC (Dewey Decimal Clasification); UDC (Universal Decimal Clasification); LC (Library of Congress Clasification). DDC membagi subjeknya ke dalam 10 kelas utama, sama seperti UDC, sedangkan LC membagi subjeknya ke dalam 20 kelas utama. Ketiga jenis klasifikasi itu membagi subjeknya berdasarkan pembagian ilmu pengetahuan. Oleh karena itu ketiganya cocok dipergunakan untuk mengelompokkan koleksi buku di perpustakaan. Sebagai contoh, diambilkan pembagian kelas dari DDC yang sebenarnya sama dengan pembagian UDC. Semua ilmu pengetahuan oleh pendiri DDC, yaitu Melvil Dewey diklasifikasikan menjadi sepuluh kelas utama seperti berikut.
000 Umum
100 Filsafat
200 Agama
300 Ilmu Sosial
400 Bahasa
500 Ilmu Murni
600 Ilmu Terapan
700 Kesenian
800 Kesusastraan
900 Sejarah dan Ilmu Bumi.
Notasi DDC adalah angka decimal, misalnya untuk Filsafat berkisar antara 100--199. Kelas utama dibagi lagi ke dalam 10 kelas kedua (devisi). Kelas kedua dibagi lagi dalam 10 kelas ketiga (seksi). Misalnya, 600 adalah Ilmu Terapan, 630 adalah Pertanian, 631 adalah Teknik dan Alat Pertanian, 631.3 adalah Alat Pertanian, 631,31 adalah Mesin Pengerjaan Tanah, 631,312 adalah Bajak. Notasi atau nomor klasifikasi untuk menentukan letak bahan di tempat penyimpanan. Perpustakaan atau arsip nasional yang memiliki koleksi dalam jumlah besar dan mencakup 10 bidang ilmu pengetahuan, niscaya tepat untuk menggunakan sistem subjek DDC atau UDC. Jika 10 kelas utama tersebut masih kurang terperinci, maka bagan LC yang terdiri atas 20 kelas utama dapat digunakan. Untuk arsip kantor pemerintah daerah penggunaan UDC tampaknya tidak cocok karena tiga hal berikut:
1. Arsip pemerintah daerah hanya
mencakup subjek-subjek administrasi negara yang di dalam DDC atau UDC
hanya mencakup nomor 350 sehingga nomor yang dipakai akan terdiri atas digit
yang banyak.
2. Notasi UDC sukar digunakan sebagai
tanda pengenal arsip dan lokasinya.
3. Petugas arsip harus memperoleh
pendidikan khusus, padahal jumlah petugas arsip relatif banyak.
Untuk
pengelolaan arsip, bagan subjek yang sangat cocok dipergunakan adalah
bagan klasifikasisubjek buatan sendiri. Jika untuk pengelolaan arsip
nasional sesuatu negara yang mencakup semua bidang kegiatan negara bagan
klasifikasi standar seperti DDC, UDC dan LC bisa digunakan.
4.
Daftar
Klasifikasi Subjek Buatan Sendiri
Cara yang terbaik dalam penyimpanan arsip yang mempergunakan sistem subjek adalah mempergunakan daftar klasifikasi subjek buatan sendiri. Hal ini disebabkan oleh kebutuhan, fungsi, dan tugas setiap kantor tidaklah sama. Daftar buatan sendiri lebih cocok dengan kebutuhan dan tujuan kantor masing-masing. Ada beberapa cara membuat daftar klasifikasi adalah sebagai berikut :
Cara yang terbaik dalam penyimpanan arsip yang mempergunakan sistem subjek adalah mempergunakan daftar klasifikasi subjek buatan sendiri. Hal ini disebabkan oleh kebutuhan, fungsi, dan tugas setiap kantor tidaklah sama. Daftar buatan sendiri lebih cocok dengan kebutuhan dan tujuan kantor masing-masing. Ada beberapa cara membuat daftar klasifikasi adalah sebagai berikut :
1.
mencatat
setiap isi (perihal) surat yang diterima secara satu per satu di dalam satu
buku tulis. Daftar itu kemudian disusun menurut abjad. Beberapa istilah yang
sama cukup diambil satu untuk dimasukkan dalam daftar.
Istilah subjek yang dipilih untuk daftar subjek hendaklah
memenuhi persyaratan:
1.
kata
benda atau yang dibendakan
2.
sedapat
mungkin terdiri atas satu kata
3.
pengertiannya
jelas satu masalah atau subjek.
4.
mengumpulkan
semua masalah yang ada pada seluruh instansi. Fungsi dan tugas masing-masing
unit kerja sudah jelas maka istilah subjek dapat diambil dari fungsi
dan tugas tersebut yang disesuaikan dengan kebutuhan suatu daftar subjek.
Misalnya, Personalia sebagaisubjek pertama, kemudian Kesejahteraan
sebagai subjek kedua, dan Cuti sebagai subjek ketiga, dan
seterusnya.
Penulisan daftar klasifikasi
subjek dapat dilakukan dengan 2 cara, antara lain sebagai berikut :
1.
Daftar
Klasifikasi Subjek Murni
Daftar subjek murni adalah daftar yang berisikan istilah-istilah subjek tanpa disertai kode (notasi) dan disusun menurut urutan abjad. Daftar tersebut dapat disusun menurut dua cara urutan abjad, yakni urutan abjad kamus dan urutan abjad ensiklopedia:
Daftar subjek murni adalah daftar yang berisikan istilah-istilah subjek tanpa disertai kode (notasi) dan disusun menurut urutan abjad. Daftar tersebut dapat disusun menurut dua cara urutan abjad, yakni urutan abjad kamus dan urutan abjad ensiklopedia:
1.
Urutan
abjad kamus adalah urutan abjad dari istilah-istilah yang disusun secara
terpisah, seperti pada susunan kamus, tanpa melihat hubunganhubungan istilah
dan tingkatan-tingkatannya.
2.
Urutan
abjad ensiklopedia adalah urutan abjad berdasarkan istilah dari
kelompok yang jenjangnya setingkat, yakni setingkat dengan tingkatantingkatan
masing-masing kelompok seperti yang biasa digunakan pada susunan eksiklopedia.
Contoh urutan abjad kamus:
Bonus
Cuti
Gaji
Hukuman
Kesehatan
Kesejahteraan
Keuangan
Koperasi
Kredit
Lamaran
Mutasi
Pajak
Pangkat
Pendidikan
Pengadaan Pegawai
Pengangkatan
Pensiun
Percobaan
Personalia
Seleksi
Abjad Ensiklopedis adalah urutan abjad berdasarkan istilah dari kelompok yang jenjangnya setingkat, sesuai dengan tingkatan masing-masing kelompok istilah seperti yang biasa dipergunakan pada susunan ensiklopedis.
Contoh Abjad ensiklopedis:
Keuangan
Kredit
Pajak
Personalia
Kesejahteraan
Bonus
Cuti
Gaji
Kesehatan
Koperasi
Pensiun
Mutasi
Hukuman
Pangkat
Pengangkatan
Pendidikan
Pengadaan Pegawai
Lamaran
Percobaan
Seleksi
3.
Daftar
Klasifikasi Subjek Berkode
Daftar subjek berkode adalah daftar yang berisikan istilah-istilah subjek yang dilengkapi dengan kode dari istilah subjek bersangkutan. Kode atau biasa juga disebut notasi adalah tanda pengenal (identitas) dari sesuatu istilah subjek.
Daftar subjek berkode adalah daftar yang berisikan istilah-istilah subjek yang dilengkapi dengan kode dari istilah subjek bersangkutan. Kode atau biasa juga disebut notasi adalah tanda pengenal (identitas) dari sesuatu istilah subjek.
Kegunaan kode ini
sesungguhnya adalah:
1.
untuk
memudahkan mengetahui kelompok dari sesuatu subjek
2.
untuk
memudahkan penentuan lokasi dan urutan-urutan penyimpanan bahan-bahan
dari subjekbersangkutan.
Kegunaan
kode yang terakhir lebih ditujukan kepada penggunaan koleksi perpustakaan,
rakberdasarkan kode yang ditempelkan pada punggung buku. Untuk arsip yang
banyak, seperti Arsip Nasional atau Sentral Arsip suatu instansi, kode memang
sangat diperlukan untuk menentukan lokasi dan urut-urutan penyimpanan.
Sementara itu, untuk arsip-arsip di bagian atau unit suatu instansi penyertaan
kode pada istilah subjek agaknya tidaklah diperlukan benar, bahkan
dapat menyulitkan petugas dalam mengingat kode untuk mengetahui lokasi arsip.
Persyaratan
bagi model kode yang dipilih adalah:
1.
singkat
dan jelas
2.
mudah
dipahami dan diingat
3.
mudah
dibaca
4.
sederhana
dalam penulisan.
Penulisan
kode dapat dilakukan dengan cara :
1.
Kode
angka
1.
angka
Arab, misalnya 1,2,3
2.
angka
Romawi misalnya I, II, III
3.
angka
desimal misalnya 00, 11, 12.31
4.
angka
Duplex misalnya 1-3, 7-10, 11-13.
5.
Kode
huruf
1. huruf besar seperti A, B, C
2. huruf kecil seperti a, b, c, d
3. gabungan huruf AA, AB, ac, ad, Ac
4. kependekakan seperti KU (keuangan),
KP (kepegawaian), PL (perlengkapan).
5.
Kode
gabungan angka dan huruf atau huruf dan angka, misalnya KP.001, 2.a., a.21,
23.a.b.
Salah satu contoh dari daftar subjek berkode dicantumkan berikut ini, yang diambil sebagian dari Daftar Klasifikasi Kearsipan Dep. Dalam Negeri RI.
000 Umum
020 Peralatan
021 Alat Tulis
022 Mesin kantor
100 Pemerintahan
110 Pemerintahan Pusat
111 Presiden
112 Wakil Presiden
190 Hubungan Luar Negeri
191 Perwakilan asing
195 PBB
200 Politik
200 Politik
202 Orde Baru
Kode yang mewakili kelas masalah sebenarnya sudah cukup memadai bagi penyimpanan dan penemuan kembali arsip. Jika untuk keperluan khusus terutama untuk kecermatan dan ketepatan lebih lanjut, masalah atau subjek dapat diteruskan dengan tambahan kode seperti bentuk penyajian, wilayah, dan komponen.
Bentuk penyajian mendapat tambahan kode sebagaimana contoh berikut ini.
--01 Laporan
--02 Statistik
--03 Seminar, Lokakarya
--04 Peraturan Perundang-undangan
--05 Penelitian
--06 Pendidikan
--07 Perencanaan
--08 Panitia
--09 Ceramah
Salah satu contoh dari daftar subjek berkode dicantumkan berikut ini, yang diambil sebagian dari Daftar Klasifikasi Kearsipan Dep. Dalam Negeri RI.
000 Umum
020 Peralatan
021 Alat Tulis
022 Mesin kantor
100 Pemerintahan
110 Pemerintahan Pusat
111 Presiden
112 Wakil Presiden
190 Hubungan Luar Negeri
191 Perwakilan asing
195 PBB
200 Politik
200 Politik
202 Orde Baru
Kode yang mewakili kelas masalah sebenarnya sudah cukup memadai bagi penyimpanan dan penemuan kembali arsip. Jika untuk keperluan khusus terutama untuk kecermatan dan ketepatan lebih lanjut, masalah atau subjek dapat diteruskan dengan tambahan kode seperti bentuk penyajian, wilayah, dan komponen.
Bentuk penyajian mendapat tambahan kode sebagaimana contoh berikut ini.
--01 Laporan
--02 Statistik
--03 Seminar, Lokakarya
--04 Peraturan Perundang-undangan
--05 Penelitian
--06 Pendidikan
--07 Perencanaan
--08 Panitia
--09 Ceramah
Contoh kode subjek yang mempergunakan tambahan bentuk penyajian.
480 Media Massa
--03 Lokakarya
480.03 Lokakarya Media Massa
Untuk melengkapi masalah dengan wilayah maka kode masalah dapat ditambah dengan kode wilayah sebagai berikut.
--1 Pusat
--2 Sumatra
--21 Aceh
--22 Sumatra Utara
--23--
--3 Jawa
--31 DKI Jakarta
--32 Jawa Barat
--33 --
--4 Kalimantan
--41 Kalimantan Barat
--42 Kalimantan Tengah
--43 --
--5 Sulawesi
--51 Sulawesi Utara
--52 Sulawesi tengah
--53 –
Kode masalah dapat juga ditambah dengan kode singkatan nama instansi sebagaimana contoh berikut.
--IJ Inspektorat Jenderal
--SJ Sekretaris Jenderal
--SP Direktorat Jenderal Sosial Politik dan seterusnya.
Contoh kode subjek yang disertai oleh kode singkatan nama instansi.
700 Pengawasan
--SJ Sekretariat Jenderal
700-SJ Pengawasan di Sekretariat Jenderal
Dari pembehasan di atas, jelas bahwa pola klasifikasi dan kode yang akan diterapkan sebaiknya adalah buatan sendiri sehingga akan sesuai dengan kebutuhan arsip instansi bersangkutan
6. Jenis-jenis peralatan dan
perlengkapan dalam sistem subjek
1.
Filling
Cabinet
Kebutuhan filling cabinet
disesuaikan dengan daftar klasifikasi yang sudah dibuat. satu laci fillng
cabinet dapat memuat satu masalah utama. Jika masalah utama ada 10, maka
diperlukan 10 laci ( 3 filling cabinet @ 4 laci ). Dapat juga satu laci untuk
memuat satu sub masalah.
2.
Guide
Jika satu laci memuat
satu masalah utama, maka jumlah guide yang dibutuhkan sebanyak jumlah sub
masalah, ditambah dengan sub-sub masalah. Jika satu laci memuat satu sub
masalah, maka jumlah guide yang digunakan sebanyak jumlah sub-sub masalah.
3.
Hanging folder
Hanging folder yang
dibutuhkan sebanyak jumlah sub-sub masalah, atau sebanyak jumlah masalah yang
ada pada tingkatan terakhir.
4.
Kartu
indeks
Setiap satu jenis surat (hal surat)
dibuatkan satu kartu indeksnya. Jadi, semua surat yang disimpan mempunyai kartu
indeks.
5.
Kartu
tunjuk silang
Tidak semua surat yang
disimpan dibuat kartu tunjuk silang. Tetapi hanya surat surat yang berisikan
lebih dari satu masalah, baru dibuatkan tunjuk silang.
6.
Rak
Sortir
Diperlukan untuk
menyortir surat berdasarkan subjek. Jumlah subjek yang ada dapat dijadikan
dasar untuk menentukan berapa banyak alat sortir yang digunakan.
7.
Cardex
Digunakan untuk menyimpan
kartu indeks, yang penyusunan kartu indeksnya berdasarkan abjad.
8.
Prosedur penyimpanan arsip
Langkah-langkah menyimpan arsip sistem subjek pada dasarnya sama dengan sistem-sistemyang lain, yaitu sebagai berikut.
Langkah-langkah menyimpan arsip sistem subjek pada dasarnya sama dengan sistem-sistemyang lain, yaitu sebagai berikut.
1.
memeriksa
tanda pelepas
Berkas atau surat yang disimpan diperiksa untuk memastikan apakah arsip sudah selesai diproses atau belum, dengan melihat tanda-tanda perintah surat disimpan. Pada saat memeriksa petugas sekaligus menentukan subjek surat tersebut.
Contoh: Bagas akan menyimpan surat dari ibu Arliani tentang cuti sakit. Berarti surat tersebut subjeknya adalah Cuti Sakit.
Berkas atau surat yang disimpan diperiksa untuk memastikan apakah arsip sudah selesai diproses atau belum, dengan melihat tanda-tanda perintah surat disimpan. Pada saat memeriksa petugas sekaligus menentukan subjek surat tersebut.
Contoh: Bagas akan menyimpan surat dari ibu Arliani tentang cuti sakit. Berarti surat tersebut subjeknya adalah Cuti Sakit.
2.
mengindeks
Mengindeks dalam sistem subjek artinya menentukan permasalahan surat dengan mencocokan dengan daftar klasifikasi yang sudah dibuat.
Mengindeks dalam sistem subjek artinya menentukan permasalahan surat dengan mencocokan dengan daftar klasifikasi yang sudah dibuat.
3.
mengode
Menuliskan kode pada surat tersebut sesuai dengan daftar klasifikasi subjek. Jika daftar klasifikasi subjek menggunakan kode beberapa huruf atau angka, maka kode yang ditulis pada surat adalah kode huruf atau angka tersebut. Tetapi jika daftar klasifikasi tidak menggunakan kode, maka yang ditulis adalah nama subjeknya. Kode subjek yang ditulis adalah nama/nomorsubjek pada daftar klasifikasi yang tingkatannya paling kecil.
Menuliskan kode pada surat tersebut sesuai dengan daftar klasifikasi subjek. Jika daftar klasifikasi subjek menggunakan kode beberapa huruf atau angka, maka kode yang ditulis pada surat adalah kode huruf atau angka tersebut. Tetapi jika daftar klasifikasi tidak menggunakan kode, maka yang ditulis adalah nama subjeknya. Kode subjek yang ditulis adalah nama/nomorsubjek pada daftar klasifikasi yang tingkatannya paling kecil.
4.
menyortir
Surat-surat yang mempunyai kode yang sama dikelompokan menjadi satu. Apabila surat hanya satu, maka tidak perlu disortir.
Surat-surat yang mempunyai kode yang sama dikelompokan menjadi satu. Apabila surat hanya satu, maka tidak perlu disortir.
5.
menempatkan
Surat-surat ditempatkan sesuai dengan kode sura dan kode tempat penyimpanan.
contoh: surat sakit dari ibu Arliani ditempatkan dalam laci berkode Kepegawaian, dibelakang guide cuti dan di dalam hangin folder Cuti sakit.
Catatan: sebelum surat ditempatkan secara permanen pada tempat penyimpanan, jangan lupa untuk membuat kartu indeks terlebih dahulu.
Surat-surat ditempatkan sesuai dengan kode sura dan kode tempat penyimpanan.
contoh: surat sakit dari ibu Arliani ditempatkan dalam laci berkode Kepegawaian, dibelakang guide cuti dan di dalam hangin folder Cuti sakit.
Catatan: sebelum surat ditempatkan secara permanen pada tempat penyimpanan, jangan lupa untuk membuat kartu indeks terlebih dahulu.
6. Prosedur penemuan kembali
Langkah-lanhkah menemukan arsip dalam
sistem subjek adalah sebagai berikut :
1.
tentukan
subjek surat yang dicari
contoh :
bapak anwar ingin mencari
arsip tentang SPT ( surat pemberitahuan pajak ) tahun 2008. Oleh karena itu,
afifah sebagai arsiparis menentukan subjek surat tersebut, yaitu SPT
2.
menentukan
indeks subjek surat kemudian diindeks dengan cara mencocokan subjek surat
dengan daftar klasifikasi subjek
contoh :
kepegawaian
cuti
cuti melahirkan
cuti sakit
cuti tahunan
keuangan
kredit
pajak
PBB
PPh
PPn
Berati surat tersebut
indeksnya PPh – Pajak – Keuangan.
3.
menentukan
kode surat
contoh : surat tersebut
kodenya PPh
4.
mencari
arsip pada tempat penyimpanan
contoh: arsip tersebut
dicari pada laci beerkode keuangan, di belakang guide berkode pajak, di dalam
hanging folder berkode PPh
5.
mengambil
arsip pada tempat penyimpanan
ambillaharsip tersebut
dan tukar dengan lembar pinjam arsip ( lembar 1 )
6.
mengambil
arsip jika memang benar arsip yang dicari
arsip selanjutnya
diberikan kepada peminjam disertai lembar pinjam arsip ( lembar 2 )
7.
memberikan
arsip pada peminjam
jika
tidak mengetahui permasalahan surat, namun hanya diketahui nama orang /
perusahaan sebagai identitas surat yang dicari. Untuk demikian, maka arsip
tersebut dapat ditemukan tetapi dalam hal ini perlu alat bantu, yaitu kartu
indeks.
Berikut
langkah yang dapat dilakukan jika arsip yang dicari tidak diketahui subjeknya :
1.
tentukan
nama orang/badan/perusahaan sebagai identitas surat
contoh:
andika ingin mencari
arsip atas nama gunawan wubisono, tetapi dia tidak mengetahui subjek ssratnya.
Dengan demikian identitas surat tersebut adalah gunawan wibisono.
2.
indekslah
nama tersebut
contoh :
indeks nama dari gunawan
wibisono adalah, wibisono, gunawan
3.
tentukan
kodenya, yaitu Wi
4.
carilah
kartu indeks pada laci cardex yang berkode W, dibelakang guide Wi.
5.
Lihatlah
kode surat yang tertera pada kartu indeks.
6.
Cocokkan
kode tersebut dengan daftar klasifikasi subjek
7.
Cari
arsip tersebut pada laci yang berkode kepegawaian, di belakang guide cuti.
8.
Ambil
arsip tersebut jika memang benar arsip yang dicari dan tukar dengan lembar
pinjam arsip ( lembar 1 )
9.
Serahkan
arsip pada peminjam beerikut lembar pinjam arsip ( lembar 2 )
10. Simpan lembar pinjam arsip ( lembar 3
) pada tickler file.
SEMOGA BERMANFAAT;)
iya
BalasHapuscontoh surat masuk sama surat keluar sistem subject gimna si?
BalasHapusSepotong informasi ini adalah tentang kebiasaan baik dan perbuatan baik dari Perusahaan Pinjaman Adriana Malkova. Siapa sangka seseorang seperti Adriana Malkova tidak ada sampai saya menemukan salah satu iklan online mereka. Dia adalah malaikat yang dikirim dari atas. Saya Setyono Putro dan inilah yang Adriana Malkova lakukan dia menawarkan apa yang tidak dimiliki orang lain. Saya adalah pemilik bisnis yang menjadi hutang besar dengan Bank dan saya mencari pinjaman dari berbagai perusahaan pinjaman tapi tidak ada yang berjalan dengan baik. Sebaliknya, mereka membawa saya ke hutang lebih banyak dan akhirnya meninggalkan saya 'jadi saat itulah saya bertemu dengan Adriana Malkova. Dia menawari saya pinjaman sebesar Rp 500.000.000 dengan suku bunga 2% bahkan ketika pada awalnya saya takut dia akan berakhir seperti perusahaan pinjaman lain yang saya coba pinjaman dari, tapi saya terkejut dia tidak seperti mereka. Sekarang saya akhirnya menyelesaikan hutang saya dan bisnis saya stabil dengan uang yang tersisa dalam pinjaman. Hubungi Adriana Malkova via e-mail. adrianamalkovaloan@gmail.com, atau Anda bisa menghubungi saya melalui e-mail saya jika Anda ingin tahu lebih banyak: putroholdins@gmail.com
BalasHapusDalam pembuatan daftar klasifikasi, apakah harus dipisahkan antara surat masuk dan surat keluar?.mohon responnya.🙏🙏
BalasHapus👍
BalasHapusBleh
BalasHapusUntuk mengindeks ini pakai nama asal suratnya ya? Bukan nama masalahnya?
BalasHapus